Ditinjau dari sisi Psikologis, malas memang bukan penyakit fisik yang dapat terlihat secara kasat mata, yang bisa dikonsultasikan ke dokter lalu kita cari obatnya di apotik.
Malas memang salah satu penyakit yang sering hinggap pada kita, kadang ia datang di saat-saat yang sangat genting seperti saat deadline tugas atau saat-saat sibuk. Boleh jadi malas adalah masuk salah satu penyakit “berbahaya” karena menyerang pusat seluruh organ kita, hati.
Rasa malas adalah kondisi kejiwaan yang sedang bermasalah, apakah karena lelah atau jenuh, persis seperti fisik yang juga merasakan lelah, bosan, walaupun mengatasi kelelahan fisik jauh lebih mudah dari pada mengatasi kelelahan jiwa.
Malas juga dapat disebut sebagai kelemahan mental, karena memang virus malas menyerang bagian penting dalam pergerakan hidup manusia, yakni mental.
Dengannya diri kita dapat bersemangat dan optimis menatap hidup, ketiadaannya pun akan membuat diri kita terus berada dalam jurang kepesimisan. Hebatnya lagi, penyakit ini tak memandang usia, golongan, tua, muda, anak-anak, remaja, semua dapat terkena ‘serangannya’.
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang menjadi malas, diantaranya; terlalu terbebani dengan tugas, tidak suka dengan pekerjaan yang ia kerjakan, keadaan yang tertekan, bawaan sejak lahir, terlalu banyak harapan (muluk) yang tidak dapat direalisasikan dan lain-lain. Tapi semua itu tak dapat dijadikan alasan seseorang untuk bermalas-malasan.
Beberapa tips di bawah ini dapat kita coba ketika malas atau mulai merasakan gejala-gejala penyakit ini;
1. Intropeksi dan berkeinginan kuat untuk berubah.
Seluruh orang sadar bahwa malas adalah perbuatan yang kurang baik, anehnya ternyata kita sering melakukan hal ini. Tak bijak rasanya kalau kita terus menyalahkan diri tanpa ada niat untuk berubah, selain memang malas adalah perbuatan yang manusiawi, menyesal tanpa adanya usaha untuk berubah sama saja nihil. Langkah awal yang tepat ketika kita malas adalah intropeksi dan berniat untuk berubah, karena ketika seseorang mempunyai niat dan keinginan yang kuat maka ia akan menemukan cara dan jalan keluar dari setiap masalah yang ia hadapi.
Seorang guru pernah berpesan, “Himmatu rijal tahdimul jibal.” (keinginan yang kuat seseorang akan mampu menaklukkan gunung). Karenanya, tak ada yang tak mungkin di dunia ini, selama niat masih terpatri dalam diri maka yakinlah kesuksesan akan selalu menghampiri.
Keinginan untuk berubah ini dibarengi dengan sedikit merenung akan dampak negative dan positive yang kita dapat dari kemalasan ini. Sesudah merenung dan intropeksi diri kita bisa meninggalkannya sambil sedikit tersenyum dan katakan dalam diri; “Saya akan selalu semangat dan tidak akan malas lagi”. Kabarnya, sedikit senyum manis dapat merenggangkan otot-otot kita yang sedang tegang.
Untuk berubah, tak etis kalau kita masih menunda-nunda (taswif) hingga esok. Mulailah dari sekarang, tak ada kata nanti, esok, ini dan itu. Para ulama salaf kita telah menuliskan resep yang ampuh untuk mengobati penyakit kronis ini, yaitu dengan mendidik diri agar segera melakukan dan bersegera menuntaskan.
Allah Ta’ala berfirman, “Bersegeralah kalian menuju ampunan Tuhan kalian dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS Ali Imran [3]: 133).
Rasulullah juga bersabda berkaitan dengan pentingnya mempersegerakan suatu urusan. Sabdanya, “Bersegeralah melakukan perbuatan baik, karena akan terjadi fitnah laksana sepotong malam yang gelap.” (HR. Muslim). Dalam hadits lain, beliau juga menerangkan, “Jadilah engkau di dunia laksana orang asing atau orang yang menyeberangi jalan.” Ibnu umar berkata. “Bila engkau berada di sore hari, maka jangan menunggu datangnya pagi, dan bila engkau di pagi hari, maka janganlah menunggu datangnya sore.” Manfaatkan waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan waktu hidupmu sebelum matimu.
Hasan Al-Bashri berwasiat, “Jangan sekali-kali menunda-nunda karena Anda adalah hari ini bukan besok.” Beliau juga berkata ,”Apabila Anda memiliki esok hari, maka penuhilah dengan ketaatan, sebagaimana hari ini yang Anda penuhi dengan ketaatan bila Anda tidak lagi hidup di esok hari, maka Anda tidak akan menyesal atas apa yang Anda lakukan hari ini.”
Ibnu Al jauzi mewanti-wanti kita agar tidak mengulur-ulur waktu. Beliau pernah mengatakan, “Jangan sekali-kali mengulur-ulur waktu, karena ia merupakan tentara iblis yang paling besar.” Penundaan merupakan bekal orang yang bodoh dan lalai. Itulah sebabnya orang yang saleh berwasiat, “Jauhilah ‘saufa (nanti)’, penundaan juga kemalasan, merupakan penyebab kerugian dan penyesalan.”
Bisa kita simpulkan, kebiasaan menunda-nunda pekerjaan, merupakan perilaku buruk, yang bisa menjadi penghalang kesuksesan kita di kemudian hari. Semua sudah harus dimulai saat ini juga karena tugas kita lebih banyak dari kesempatan yang kita miliki. Kalau bukan sekarang kapan lagi!, kalau bukan kita, siapa lagi!, dan kalau bukan dari hal ini darimana lagi!.
2. Bangkit, bergerak dan cari Motivasi untuk terus bangkit.
Setelah membulatkan tekad dan niat untuk meninggalkan kemalasan, kita mulai kembali beraktivitas. Kita bisa memulai dari kegiatan yang paling kita sukai namun masih membawa manfaat. Mencoba kegiatan baru yang tak biasa juga tak ada salahnya, semakin banyak kita menyibukkan diri semakin terkikis pula kemalasan kita. Usahakan penuhi hari-harimu dengan kegiatan dan aktifitas. Dari aktivitas-aktivitas yang kita lakukan mungkin akan membentuk sebuah kebiasaan baru yang menyenangkan hingga kita akan merasa enjoy melakukannya.
Dibawah ini ada beberapa opsi untuk mengisi hari-hari malas kita:
a. Tontonlah acara yang dapat membangkitkan semangat dan motivasi kita; Misalnya Kick Andy, Mario Teguh dan lain-lain.
b. Kunjungilah sahabat/teman/kawan dan saudara (silaturahmi), selain menjalin persaudaraan, kita juga mendapat pahala dan karunia berupa umur panjang dan rizki yang luas. Kita juga dapat mengendurkan otot yang sedang tegang dengan saling bercanda ria dan bertukar cerita.
c. Rekreasi, mungkin kegiatan yang penuh kadang membuat kita jenuh. Rekreasi dapat menjadi selingan dari sekian kegiatan kita yang padat. Berkunjung ke taman dan kebun bisa jadi pilihan yang baik dan ekonomis, selain harganya murah, rekreasi ini bisa mencerahkan pikiran dan menyehatkan mata.
d. Bacalah buku-buku motivasi untuk dapat bangkit dan bergerak kembali, seperti 7 Habits, buku para Trainer. Bagi para pelajar pencari ilmu ada beberapa buku yang dapat dijadikan bahan bacaan seperti; Ta’limul Muta’allim Thariqut Ta’allumkarya Imam Zarnuji, Shafahat min Shabril Ulama karya Syekh Abdul Fattah Abu Guddah , Uluwul Himmah karya Muhammad Ismail Al Muqaddim, La Tahzankarya ‘Aidh Al Qarny, Al JAmi’ Li Akhlaqi Rowi wa Adabus Sami, ’ karya Imam Khatib Al Baghdadi, Tadzkirotus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal Muta’allim karya Imam Ibnu Juma’ah, Al Mufid fi Adabil Mufid wal Mustafidkarya Imam Al ‘Almawi.
3. Ciptakan tujuan dan target hidup
Tujuan dan target ibarat peta, tanpanya perjalanan hidup akan terasa hampa dan tak terarah. Sudah seyogyanya bagi seorang yang ingin bangkit dari kemalasan untuk membuat tujuan dan target dalam hidupnya, kalaupun sudah ada ia dapat mengeceknya kembali serta menganalisis kelemahan apa saja yang ia miliki dalam (awakness).
Setelah menentukan tujuan dan arah hidup, hal penting lainnya adalah disiplin. Tanpanya semua yang sudah direncanakan akan nihil dan sia-sia. Jangan pernah memberi peluang pada hawa nafsu untuk menjatuhkan kita dalam lubang kemalasan untuk yang kesian kalinya.
4. Benahi hati
Pusat penyakit malas adalah hati. Semua akan dapat diselesaikan dengan menyembuhkan hati. Para Ulama memberikan lima alternative untuk merehabilitasi hati yang sedang error; Membaca Al Qur’an dengan penuh penghayatan, Mendirikan Shalat malam, Perbanyak dzikir, Berkumpul dengan orang shaleh, dan Berpuasa. Hati adalah sentral dari semua organ manusia, ketika ia sudah baik maka seluruh tubuh akan baik begitupun ketika hati masih rusak maka jangan harap organ lain akan baik. Sering-seringlah berbenah hati, Karena kalau sudah rusak kita akan sulit mengobatinya. Pastkan kondisi hati selalu mood dengan banyak bertaqarrub pada yang Maha Kuasa.
5. Bentuk komunitas yang baik
“Bergaul denagan tukang minyak wangi, akan terkena wangi. Bergaul dengan tukang las akan terkena baunya juga.” Begitulah kiranya pepatah berkata.
Pergaulan sedikit banyak mempengaruhi kepribadian dan tingkah laku seseorang. Ketika kita sedang merasakan penyakit ini, cepat-cepatlah mencari komunitas dan lingkungan yang baik untuk dapat memprotek kita dari segala keburukan yang dapat ditimbulkan olehnya. Banyak orang yang dapat menaklukan hawa nafsu dan kemalasannya seorang diri, tapi tak sedikit dari kita yang tak dapat bangkit dari kemalasan hanya dengan seorang diri.
Di sinilah peran penting seorang teman dan orang lain untuk dapat memberikan support dan dukungan bagi kita untuk dapat bangkit kembali.
Dari komunitas yang baik pula kita akan dapat mengembangkan kemampuan yang lainya. Kenali diri, Gali potensi, raih prestasi. Kiranya trilogy ini yang sering didengungkan para sahabatku untuk terus berpacu dan berjuang. Masih banyak potensi yang terpendam dalam diri kita, sudah saatnya kita mengeksploitasi sumber daya itu.
6. Ciptakan kegiatan baru
Setiap sesuatu punya sebab akibat. Karenya usahakan semaksimal mungkin untuk meninggalkan segala faktor pendorong munculnya kemalasan ini. Tidur-tiduran, menonton Film yang kurang bermanfaat, ngerumpi, berleha-leha, menunda-nunda adalah sebagian aktifitas yang sudah harus menjadi “Black List” dalam agenda hidup kita kedepan. Tak jarang dari kegiatan baru inilah kita menemukan kegiatan yang sesuai dengan karakter atau menjadi income keuangan kita.
7. Perbanyaklah doa
Doa adalah senjata orang mukmin, begitulah Nabi menegaskan. Ibnu Qayyim dalam karyanya al-Jawâb al-Kâfî li Man Sa’ala ‘anid-Dawâ’ asy-Syâfi, menjelaskan bahwa obat mujarab untuk menyembuhkan jiwa orang mukmin yang sudah terjangkiti berbagai penyakit adalah berdoa dan bersungguh-sungguh dalam doa. Di antara doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk menanggulangi rasa malas adalah:
“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kegelisahan dan kesusahan, dan aku berlindung pada-Mu dari kelemahan dan sifat malas, dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir dan pengecut, dan aku berlindung pada-Mu dari hutang yang tak mampu ditanggung serta kesewenangan orang yang tak mampu dilawan.” (HR Abu Dawud)
Rasullah saw pernah memohon dijauhi dari beberapa perkara; kesulitan, kesedihan, lemah, malas, penakut, pelit, banyak hutang, dan tertindas. Tak ada sesuatu yang dijauhi Rasul kecuali memang ia memiliki dampak negative yang luar biasa. Salah satu permohonan Rasul di atas adalah dijauhi dari penyakit malas.
Salah satu doa yang sering Rasulullah saw panjatkan adalah, “Allahumma inna na’udzubika minal hammi wal hazan wa na’udzubika minal ajzi wal kasal wa na’udzubika minal jubni wal bukhl wa naudzubika min galabatid daini wa qahril rijal”.
8. Menimba Ilmu
Timbalah ilmu sebanyak mungkin. Dengan ilmulah seseorang akan menjadi orang yang rajin dan cekatan dalam hidupnya. Mengapa ilmu? Apa hubungan antara ilmu dengan rajin? Gambaran sederhananya begini: ketika seseorang sudah mengetahui (memiliki ilmu) tentang fadilah dan keutamaan ibadah tertentu, maka pastinya akan menyebabkan ia rajin melakukan ibadah tersebut. Hal itu apabila dia memiliki keyakinan yang kuat tentang apa yang dipelajari. Orang yang memiliki ilmu mengenai keutamaan salat jamaah, ia akan terdorong untuk rajin mengerjakan salat jamaah. Begitupun ketika seseorang tahu bahwa malas berasal dari setan dan merupakan sifat orang munafik, dia akan memiliki dorongan untuk mengusirnya.
Sejalan dengan hal tersebut, sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “Shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah salat Isyak dan salat Subuh. Seandainya mereka mengetahui pahala yang ada pada keduanya, niscaya mereka akan datang untuk salat walaupun harus merangkak.” (HR an-Nasa’i, ath-Thabrani, dan al-Baihaqi)
Sabda tersebut menunjukkan betapa pentingnya pengetahuan mengenai hakikat sesuatu. Ilmu menyebabkan semangat dan sikap seseorang terhadap sebuah amal berubah 180 derajat. Ilmu akan menuntun seseorang untuk rajin dan cekatan dalam mengisi waktu dengan kegiatan yang bermanfaat.
Enyahkanlah Malas dari Kehidupan Kita
Kebiasaan malas banyak disebabkan oleh lingkungan. Berteman dengan para pemalas, tinggal dalam keluarga dengan kadar etos kerja yang rendah, atau karena biasa dimanjakan orangtua. Kurangnya penghayatan terhadap pentingnya suatu tujuan juga menjadi sebab hadirnya rasa malas. Begitupun dengan akibat buruk sifat malas yang tidak diperhitungkan.
Jika kita ingin kebiasaan buruk ini enyah dari kehidupan kita, hendaknya kita pikirkan akibat yang akan timbul di kemudian hari. Seorang ahli bijak berkata, “Jika kamu tak turut menanam benih saat orang lain menanamnya, niscaya kamu akan menyesal saat melihat mereka panen.” Betapa banyak orang yang menyesal karena sifat malas ini. Andai dahulu aku rajin menuntut ilmu, Andai dahulu aku mau bekerja keras, Andai dahulu aku tak menyia-nyiakan masa mudaku, dan penyesalan lain yang banyak dialami para pemalas.
Sedikit memaksa diri untuk berbuat, bisa menjadi shock terapi dari kemalasan. Seorang salaf, Amru bin Qais al-Mala’i berkata, “Jika sampai di hadapanmu suatu bentuk kebaikan, maka kerjakanlah meskipun berat, niscaya kelak kamu akan senang menjalaninya.”
Benarlah apa yang beliau katakan. Suatu kemasalahatan, awalnya berat diterima oleh nafsu. Tapi kesungguhan dan kemauan yang kuat, juga ketekunan dalam menjalaninya akan mengubahnya menjadi sesuatu yang menyenangkan. Bahkan jika suatu kali terlewatkan olehnya, ia akan merasa kecewa. Bukti dan kisah tentang hal ini bisa Anda baca kembali di rubrik ini, yang berjudul ‘Menikmati Kesungguhan’.
Biasakan pula untuk bergerak cepat dalam setiap aktivitas. Ada hikmah di balik kebiasaan Nabi yang biasa berjalan dengan cepat. Dari Abu Hurairah berkata,
“Dan tidaklah aku melihat seorangpun yang jalannya lebih cepat dari Rasulullah.” (HR. Tirmidzi)
Banyak peneliti menyebutkan, bahwa membiasakan berjalan cepat bisa meningkatkan etos kerja dalam semua aktivitas. Ternyata, kebanyakan para ulama yang sukses dengan perolehan ilmu di atas rata-rata juga memiliki kebiasaan cepat dalam berjalan. Al-Hafizh Abu Isma’il al-Anshari menyebutkan, “Seorang pakar hadits memiliki kebiasaan cepat dalam berjalan, cepat dalam menulis, dan cepat dalam membaca.”
Berkaca pada kesuksesan orang-orang yang bersemangat juga menjadi pemicu untuk bekerja keras. Renungkanlah etos yang dimiliki oleh Ibnu Uqail Rahimahullah, di mana beliau berkata, “Tidak aku halalkan diriku menyia-nyiakan sesaatpun dari umurku. Meski nantinya lisanku tak bisa lagi untuk berdiskusi, mataku tak lagi mampu untuk membaca, maka aku akan berdayakan seluruh pikiranku saat aku berdiam diri dan hanya mampu berbaring di ranjang.”
Bagitulah, rehatnya jasad lantaran sakit atau tua tak sedikitpun mengundang rasa malas untuk melakukan hal yang bermanfaat. Seperti juga yang dialami Abu Yusuf, Ya’kub al-Anshari. Ibrahim bin al-Jarah menjenguk beliau saat sakit. Begitu masuk, ia dapatkan Abu Yusuf tengah pingsan karena sakitnya. Ketika bangun dan melihat Ibrahim di sampingnya, beliau bertanya, “Wahai Ibrahim, maukah kamu berdiskusi denganku tentang satu masalah?” “Dalam keadaan seperti ini?” jawab Ibrahim. Abu Yusuf berkata, “Tidak apa-apa, kita belajar, semoga kita sukses karenanya.” Lalu keduanya berdiskusi perihal pelaksanaan haji. Sejurus kemudian, Ibrahim minta ijin undur diri. Tapi belum lagi melewati pintu keluar, Abu Yusuf telah menghembuskan nafas terakhir.
Tokoh yang lain, Waki’ bin al-Jarah, salah satu guru Imam asy-Syafi’i tak hanya rajin menggunakan waktu siangnya. Di waktu malam, beliau belum tidur sebelum menghabiskan bacaan sepertiga al-Quran di hari itu. Setelah tidur sejenak, beliau bangun untuk shalat malam, lalu istighfar hingga datang waktu fajar, lalu beliau shalat.
Terakhir, mungkin kita akan merasakan semua ini akan terasa sulit awalnya, tapi yakinlah, dengan berjalannya waktu dan proses diri kita pasti akan dapat melewati itu semua.
Semoga bermanfaat, amin :)